Sembilan orang waria asal Sulawesi Selatan mengikuti pelatihan menulis yang diselenggarakan oleh Suara Kita selama dua hari, Sabtu – Minggu, 8 – 9 Agustus 2015. Bertempat di kantor PKBI Sulawesi Selatan, para peserta digembleng mengenai dasar-dasar menulis yang informatif.
Ada dua sesi dalam pelatihan ini. Sesi pertama adalah sesi wawasan gender dan seksualitas dasar. Di sesi ini, Hartoyo sebagai fasilitator dari Suara Kita menggali pemahaman peserta mengenai keterkaitan identitas gender mereka dengan kebijakan negara, salah satunya adalah dalam pencatatan adiministrasi kependudukan (penerbitan kartu tanda penduduk [KTP]).
Ketidak-sesuaian antara jenis kelamin dengan ekspresi ataupun peran dalam masyarakat membuat kelompok waria kesulitan mengakses KTP. “Karena punya penis makanya Kamu mesti, macho, berotot, maskulin, kalau punya penis namun feminim, negara tidak membolehkan”, ungkap Hartoyo. Angel peserta asal Palopo pelatihan pun mengungkapkan, “Bila waria membuat KTP dan mencantumkan jenis kelamin sebagai perempuan maka nanti akan timbul masalah (penipuan identitas – red)”.
Setelah itu, fasilitator meminta peserta untuk menggambar diri mereka sendiri di kertas HVS dan menjawab tiga pertanyaan: Apa jenis kelamin kamu? Apa orientasi seksual kamu? Apa ekspresi ataupun identitas gender ?
Marimar peserta asal Makassar mengungkapkan bahwa jenis kelaminnya laki-laki, dan orientasi seksual dia adalah homoseksual kemudia identitas gender Marimar adalah waria. “Kalaupun saya dilahirkan kembali saya memilih untuk tetap menjadi waria”, ungkap Marimar.
Sesi kedua adalah sesi tulisan informatif. Di sesi ini, fasilitator menggali apa kriteria tulisan bagus dari peserta. Setelah diskusi cukup lama, kelas ini sepakat bahwa tulisan informatif itu harus mengandung unsur; strukturnya rapi, muatannya dekat dengan pengalaman pembaca, bahasa yang digunakan ringan dan mudah dipahami, ada ilustrasi gambar, ada keterangan yang detail dan menimbulkan inspirasi.
Setelah itu, peserta dibagi menjadi tiga kelompok. Kemudian fasilitator menugaskan tiap kelompok untuk menganalisa tulisan masing-masing berdasarkan kriteria yang telah disepakati. Peserta cukup aktif dalam menganalisa. Sesi presentasi antar kelompok pun diwarnai diskusi yang cukup intens.
Hari pertama pelatihan ditutup dengan pemberian tugas kepada peserta. Fasilitator meminta peserta untuk membuat tulisan baru atau mengembangkan tulisan mereka yang dibuat kemarin. Tulisan yang dibuat akan menjadi bahan diskusi di hari kedua pelatihan.
Hari kedua pelatihan dimulai pukul 11.00 WITA. Kemudian selagi menunggu bahan peserta yang sedang difotokopi, Hartoyo membahas rencana tindak lanjut dari pelatihan ini. Ada tiga hal yang disepakati dalam rencana tindak lanjut; pertama peserta akan masuk ke dalam grup LGBT menulis bersama alumni pelatihan menulis lainnya. Kedua, alumni pelatihan akan mencoba membuat buku. Ketiga, Suara Kita akan mengonsolidasikan alumni pelatihan yang aktif menulis di grup LGBT Menulis.
Setelah sesi rencana tindak lanjut, pembahasan tugas peserta dilakukan. Proses yang dijalani sama dengan proses pembahasan tulisan di hari pertama, peserta dikelompokkan kemudian diberi tugas menganalisa tulisan lalu presentasi hasil. Sesi ini berlangsung selama 90 menit.
Pelatihan menulis ditutup dengan evaluasi dan kesan-pesan peserta terhadap pelatihan ini. “Bagi saya pelatihan menulis selama 2 hari ini terasa kurang”, ungkap Dani salah satu peserta.