
Sere atau satu (Tari) Bissu Maggiri merupakan rangkaian ritual adat mappakuru sumange (memberi semangat) dan matolak bala (tolak bencana) dengan permohonan kepada dewata sewwuae (Allah SWT yang maha Kuasa). Pada acara pelantikan raja-raja bugis di masa lampau dalam istana kerajaan. Penyambutan tamu-tamu agung dalam istana kerajaan dimasa lampau dan upacara hajatan anakkarung (tamu istimewa) dalam kerabat istana kerajaan.
Bissu di Sulawesi Selatan dikenal pertama kali di kerajaan Luwu, dan lebih terkenal lagi di Kabupaten Bone dan Wajo bersamaan munculnya “Tau Manurung” (masih turunan raja Luwu), sebagai raja Bone pertama.
Peran bissu pada zaman kerajaan tersebut, sebagai pendeta bugis kuno yg bisa berhubungan langsung dengan sang dewata “sewwae” artinya Tuhan Yang Maha Esa, sebelum agama Islam masuk di kerajaan Bone. Bissu juga berperan dalam pelantikan raja-raja di Kabupaten Bone. Tidak sah seorang raja atau mangkau ri bone kalau tidak di sere’i oleh bissu artinya apa bila ada acara di istana kerajaan Bone tanpa hadirnya waria bissu tersebut maka tidak sah/kurang hikmat pelantikan tersebut.
Bissu saat ini berperan penting dalam acara pembersihan benda-benda pusaka “Arung Palakka” yang merupakan salah satu raja Bone dan pencucian benda pusaka itu dilaksanakan setiap hari jadi Kabupaten Bone. Bissu/waria juga berperan dalam penjemputan tamu-tamu agung dan pernikahan anak arung (putra-putri bangsawan dari kerajaan Bone Sulawesi Selatan) dimana mereka menjadi “Indo Botting” sebagai perias wajah pengantin yang menjadikan wanita pengantin bercahaya “Cenning rara” yang hanya diyakini bisa dilakukan oleh para Bissu/Waria.